Science is fact..more and more science is spread, the faster it develops and hopefully can be used to create a better life. In this blog I write science interesting to me. Finally, I wish you good reading and enjoying this blog :).
RSS

Sabtu, 17 November 2012

INTERNATIONAL MATHEMATICS ASSESSMENTS FOR SCHOOL (IMAS) 2012

International Mathematics Assessments for School (IMAS) adalah kompetisi matematika berskala internasional yang diselenggarakan dalam 2 tahap (Roud 1 dan Round 2) dalam waktu yang berbeda.


IMAS tidak hanya untuk menarik siswa untuk menguji kemampuan mereka, tetapi juga menantang siswa untuk memperluas visi mereka tentang kemampuan matematika (Knowing, Applying dan Reasoning).
IMAS diikuti oleh bebrapa negara seperti Cina, Hongkong, Taiwan, Korea, Singapura, Thailand, Filipina, Malaysia, Bulgari, dll.

VISI

Mendidik siswa-siswi di Indonesia agar menyenangi matematika melalui soal-soal yang unik dan berlogika.

TUJUAN
1. Untuk menginformasikan kepada siswa-siswi, guru dan orang tua tentang kemampuan siswa dalam matematika di tingkat kesulitan soal yang berbeda.
2. Untuk lebih melayani kebutuhan siswa melalui format yang lebih bersahabat pada laporan penilaian dan menawarkan pilihan bagi peserta dalam hal topik serta kesulitan soal yang dinilai melalui penilaian matematika umum yang akan diadakan setahun sekali.

PROGRAM KHUSUS
Perbedaan IMAS dan Competition lainnya yakni:
IMAS melakukan 2 putaran tes, yaitu Round 1 dan Roud 2. Selain itu, kelanjutan dari tes ini adalah, peserta terbaik dapat mengikuti MATH SUMMER CAMP di China.
Lebih penting lagi, IMAS tidak ditujukan untuk pengujian siswa saja, tetapi juga untuk mengembangkan kemampuan dan keativitas matematikan siswa.

PESERTA
Peserta dibagi berdasarkan tiga tingkatan:
1. Middle Primary (kelas 3&4 SD)
2. Upper Primary (Kelas 5&6)
3. Junior Secondary (kelas 7&8 SMP)

MATERI SOAL DAN PENILAIAN
1. Imas Round 1
25 soal, maks 100 point, 60 menit
soal nomor 1-10 : Easy category; pilihan ganda, 3 point.
soal nomor 11-20: Average category; pilihan ganda, 4 point.
soal nomor 21-25 : Challenge category; Isian singkat 0-999,6 point.
Notes:
Tidak ada pengurangan nilai
Tidak diperkenankan menggunakan kalkulator, kamus elektronik, mistasr hitung, tabel log, rumus matematika, ponsel atau alat bantu perhitungan lainnya.
Kamus buku diperbolehkan setelah sebelumnya diperiksa oleh pengawas. (untuk membantu menerjemahkan soal)
Seluruh jawaban harus menggunakan pensil 2B.

2. Imas Round 2
5-10% terbaik dari seluruh peserta IMAS pada round 1.
15 soal maks. 100 pint
Soal nomor 1-5 : Pilihan Ganda, 4 point
Soal nomor 6-13 : Isian singkat, 5 point
Soal nomor 14-15 : Uraian / solusi lengkap, maks. 20point

PENGHARGAAN
Hasil pekerjaan dari peserta IMAS akan diperiksa dalam waktu + 60 hari kerja.
Seluruh peserta mendapatkan sertifikat serta penilaian atas hasil pekerjaan dengan kriteria untuk setiap tingkatan levelnya seperti berikut:
1. Penghargaan IMAS Round 1:
Awards (Sertificate) (per grade per country):
- High Distinction (top 5%)
- Distinction (tpo 6%-15%)
- Credit (Top 16%-50%)
- Participation - the rest (< 50%)

2. Imas Round 2
Awards (per country):
- Gold Medal (top 5%)
- Silver Medal (tpo 6%-15%)
- Bronze Medal (Top 16%-30%)
- Participation - the rest (< 50%)

PELAKSANAAN
Hari / Tanggal : Sabtu, 08 Desember 2012
registrasi peserta : Pukul 13.00 WIB
Waktu Kompetisi : Pukul 14.00 - 15.15 WIB
Tempat : Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Bandung, Solo dan Surabaya

PENDAFTARAN (sampai dengan hari Sabtu, 24 November 2012)
Untuk wilayah Bandung:
Muhammadiyah Antapani Primary-Secondary School (MAPSS)
Jl. Kadipaten Raya no 4-6 Antapani Bandung
Phone : 022 - 7214139
Fax : 022 - 7272951
Biaya : Rp. 100.000,-
C.P: Gugum Gumilang, S.Pd.I. ; 0852 2084 5858
Email : gie_gumilang@yahoo.com


IMAS SUMMER CAMP di GUANGZHOU-China
Dewan Eksekutif IMAS akan mengundang peserta terbaik dari lever Middle Primary, Upper Primary dan level Junior Secondary dari setiap negara untuk menghadiri Summer Camp di China.
Akomodasi selama di Guangzhou ditanggung oleh Dewan Eksekutif IMAS sedangkan transport PP Indonesia-Guangzhou dengan biaya sendiri.

Sabtu, 04 Agustus 2012

Cara Sederhana Mengecek Keaslian Madu


“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS An- Nahl: 69)

Bulan puasa ini mutlak di rumah perlu menyimpan stok madu untuk menambah kekuatan saat shaum. Sebelumnya saya membeli madu di supermarket, tapi karena temen kerja juga menjual madu dengan harga yang lebih murah, maka sayapun beralih, dengan jaminan keaslian madu sekaligus juga membantu melariskan dagangan teman ini :) 

Di rumah, saya penasaran bener gak nih madu dari temen itu asli, maka sayapun mulai browsing cara sederhana pengecekan keaslian madu yang bisa dilakukan di rumah. Berikut caranya:

  • Teteskan madu di piring beling putih yang sudah diisi air, kemudian goyangkan piring ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Madu asli akan membentuk struktur heksagon. 
  • Tuangkan setengah sendok madu ke atas telapak tangan, gosok kedua telapak tangan dengan agak cepat dan cukup lama. Madu asli tidak akan terasa lengket dan ketika dibilas langsung larut. 
  • Celupkan ujung korek api ke dalam madu, angkat dan diamkan selama 1 jam, kemudian di bakar. Jika korek bisa menghasilkan api, maka madu tersebut asli. 
  • Simpan madu di dalam kulkas, setelah semalam keluarkan. Ada beberapa madu yang membentuk kristal, ada juga yang tidak. Kalau kita melihat ada kristal, dan setelah didiamkan di suhu ruang kristalnya hilang, kemungkinan madunya asli..Tapi untuk percobaan ke empat ini masih harus ditinjau ulang karena madu kan mengandung air, apalagi madu di Indonesia kadar airnya bisa mencapai 18%.
Dapet masukan juga dari temen perkiraan keaslian madu bisa diuji dari:
  • Harganya kalau terlalu murah kemungkinan palsunya tinggi. 
  • Salah satu kinerja enzim di madu dapat dihasilkan seperti busa dipermukaannya. Itu dari gas oksigen dan hidrogen 
  • Madu kalau disimpan lama akan berubah warna semakin gelap dan terasa asam.
Tambahan dari acara di TV: 
Campur madu dengan air, terus dikocok-kocok. Kocokan madu asli menghasilkan buih yang sangat banyak, dan didiamkan semalaman pun buihnya tetap banyak. Madu yang tidak asli menghasilkan buih sedikit dan buih cepat hilang.

Oleh-oleh dari temen yang habis keliling peternak lebah di Jateng dan Jatim:
Proses pemalsuan madu salah satunya dicampur dengan sirup fruktosa atau glukosa dan warnanya menjadi lebih menarik (lebih jernih).

Bagaimana dengan madu di rumah anda? Silahkan bereksperimen :)

Selasa, 22 Mei 2012

AUSTRALIAN MATHEMATICS COMPETITION (AMC) 2012


Serentak dilaksanakan di seluruh dunia pada Kamis, 2 Agustus 2012
Pendaftaran ditutup Sabtu 9 Juni 2012 jam 12 siang
Biaya 175 rb/siswa untuk semua level mulai kelas 3 SD-3 SMA (soal utk tingkat SD diberikan terjemahan dlm B. Indonesia, utk tingkat SMP&SMA dlm B. Inggris)
Tempat: Perguruan Muhammadiyah Jl. Kadipaten Raya No 4-6 Antapani Bandung.
CP: Noviani Arifina 08562152748
Bekerjasama dengan KPM (Klinik Pendidikan MIPA) dan Australian Mathematics Trust

Selasa, 07 Desember 2010

Grene, Plastik yang Terurai

Plastik kerap kali menjadi penyebab terjadinya banjir dan kerusakan lingkungan. Karena plastik pula, banyak saluran air (drainase) menjadi tersumbat. Namun saat ini, muncul Grene, plastik berbahan baku Polythylene Degradble Grade Asrene dengan kode SF5008E yang diperoleh dari kilang minyak bumi. Bahan baku tersebut kemudian menjadi ethylene dan propylene. Di tanah air, plastik ini diproduksi pada Agustus 2010 lalu. Bahan-bahan itu kemudian dijadikan biji plastik (resin polethylene) dan kemudian diproduksi menjadi kantong plastik melalui pabrik Chandra Asri di Cilegon.

Keistimewaan plastik tersebut dibanding plastik-plastik lainnya karena dia bisa hancur dalam tempo waktu 6 bulan jika terkena sinar matahari. Bahkan hebatnya lagi, hasil hancurnya plasti k tersebut tidak memiliki efek. Plastik itu langsung terurai oleh mikroorganisme dan melebur menjadi karbondioksida (CO2) serta air. “Biasanya plastik itu hancurnya sampai ratusan tahun” kata corporate secretary Chandra Asri, Suhat Miryaso. Menurutnya, kekutan plastik tersebut sama dengan plastik konvensional, namun harganya sedikit lebih mahal 1,5% dibanding plastik konvensional. Namun harga ini sebanding dengan pencegahan kerusakan lingkungan akibat banjir yang umumnya disebabkan oleh sampah plastik. Selain mudah terurai, plastik jenis ini juga sudah mendapatkan sertifikat halal dan dapat dibuat sebagai pembungkus makanan-makanan basah secara langsung.

Sumber: Republika, kabar Jabar , senin 6 desember 2010, hal.22

Minggu, 21 Maret 2010

Muhammad Natsir: Pahlawan dan Pendidik Teladan

Muhammad Natsir merupakan tokoh teladan&inspiratif, aku sangat tertarik dengan artikel2 tentangnya. Berikut salah satu artikel M. Natsir yang diambil dari koran republika-islam digest-hujjatul islam, minggu, 21 Maret 2010 yang ditulis oleh oleh Dr Adian Husaini.

Hampir sepanjang hidupnya, Natsir tidak pernah lepas dari aktivitas pendidikan.

Imam al-Syafii terkenal dengan ucapannya bahwa seseorang tidak akan dapat meraih ilmu kecuali dengan enam hal, yakni: rakus terhadap ilmu, kesungguhan, sabar, pengorbanan biaya, bimbingan guru, dan waktu yang panjang. Juga, kata Imam Syafii mengutip petuah gurunya, Waqi', ''Ilmu adalah cahaya. Dan, cahaya Allah SWT tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.''

Banyak orang mengenal Muhammad Natsir sebagai tokoh teladan dalam politik, negarawan, dan dakwah. Namun, tidak banyak yang mengenalnya sebagai guru dan pendidik sejati. Padahal, kiprahnya dalam dunia pendidikan di Indonesia sangatlah fenomenal. Bisa dikatakan, hampir sepanjang hidupnya, Natsir tidak pernah lepas dari aktivitas pendidikan. Selain amat concern dengan nasib pendidikan rakyat jelata yang tak punya hak pendidikan di masanya, saat menjadi perdana menteri, salah satu prestasinya adalah keputusan untuk mewajibkan pelajaran agama di sekolah-sekolah umum.

Adalah menarik menelaah riwayat pendidikan dari sosok Pahlawan Nasional yang lahir di Alahan Panjang, Sumatera Barat, 17 Juli 1908, ini. Tahun 1916-1923, Natsir memasuki Hollands Inlandsche School (HIS), di Solok. Sore harinya, ia menimba ilmu di Madrasah Diniyah. Tahun 1923-1927, Natsir memasuki jenjang sekolah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), di Padang. Lalu, tahun 1927-1930, ia memasuki jenjang sekolah lanjutan atas di Algemene Middelbare School (AMS), di Bandung.

Natsir terlahir dari pasangan suami-istri Idris Sutan Saripado dan Khadijah. Kehidupan keluarganya sangat sederhana, dengan tradisi keislaman yang kuat. Hasratnya mencari ilmu agama sangat membara sehingga dengan cepat mengusai bahasa Arab dan ilmu-ilmu lain. Dalam waktu singkat, ia pun sudah bisa membaca 'kitab kuning'. Menurut Natsir, sejak kecil dirinya memang ingin menjadi seorang Meester in de Rechten (Mr), satu gelar yang dipandang hebat kala itu.

Natsir sepertinya menetapi jalan pencari ilmu sebagaimana dinasihatkan Imam Syafii. Dalam sebuah memoar, Natsir menceritakan tentang pendidikannya, ''Sampai di MULO, semuanya saya lalui dengan nilai baik. Malah, dapat beasiswa dua puluh rupiah sebulan. Bisa beli buku dan keperluan lain. Padahal, saya sekolah sambil cari kayu bakar, memasak, membuat sambal, dan mencuci pakaian sendiri. Masih sempat pula ikut pandu Nationale Islamitische Padvindrij (Natipij) dari organisasi pemuda Jong Islamieten Bond (JIB). Hingga akhirnya lolos masuk AMS di Bandung, juga dengan mendapatkan beasiswa sebesar tiga puluh rupiah sebulan. Di Bandung itulah saya berubah. Ternyata, yang bagus itu tak cuma meester.'' (Tempo, 2 Desember 1989).

Menilik sejarah hidupnya, Natsir bisa dikatakan sebagai seorang yang haus ilmu. Di AMS Bandung, ia segera mengejar ketertinggalannya dalam penguasaan bahasa Belanda--bahasa kaum elite terpelajar waktu itu--. Bahkan, ia juga mendapatkan angka tinggi untuk pelajaran bahasa Latin. Di AMS, tutur Natsir, ia diwajibkan membaca sekitar 36 buku dalam berbagai bahasa, hanya untuk menghadapi ujian satu mata pelajaran.

Di Kota Kembang ini pun Natsir terus mendalami agama, di samping belajar sungguh-sungguh di sekolah umum. Kegemarannya dalam membaca buku, mendorongnya menjadi anggota perpustakaan dengan bayaran tiga rupiah sebulan. Setiap buku baru yang datang, Natsir selalu mendapat kiriman dari perpustakaan. Ada tiga guru yang memengaruhi alam pikirannya, yaitu pemimpin Persis, A Hassan, Haji Agus Salim, dan pendiri al-Irsyad Islamiyah, Syech Akhmad Syoerkati. Natsir tertarik kepada kesederhanaan A Hassan, juga kerapian kerja dan kealimannya. Selain itu, A Hassan juga dikenal sebagai ahli perusahaan dan ahli debat.

Di Kota Bandung ini pula, Natsir aktif dalam organisasi Jong Islamiten Bond (JIB). Di sini, ia sempat berinteraksi dengan para cendekiawan dan aktivis Islam terkemuka, seperti Prawoto Mangkusasmito, Haji Agus Salim, dan lain-lain. Natsir juga sempat mengikuti organisasi Partai Syarikat Islam dan Muhammadiyah. Selain dalam bidang keilmuan, Natsir juga mulai terlibat masalah politik.

Sejak duduk di bangku sekolah AMS tersebut, Natsir sudah mulai terlibat dalam polemik tentang pemikiran Islam. Pengalaman pertama terjadi ketika semua teman kelasnya diundang oleh guru gambar untuk menghadiri pidato seorang pendeta Kristen bernama Ds Christoffels, pada tahun 1929. Pidatonya berjudul "Quran en Evangelie" dan "Muhammad als Profeet". Meskipun disampaikan dengan gaya yang lembut, Natsir melihat pidato si pendeta itu sesungguhnya menyerang Islam secara halus. Esoknya, pidato itu dimuat di surat kabar Algemeen Indish Dagblad (AID). Natsir kemudian menulis artikel yang menjawab opini sang pendeta, melalui koran yang sama.

Lulus dari AMS pada tahun 1930 dengan nilai tinggi, Natsir sebenarnya berhak melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum di Batavia, sesuai dengan keinginan orang tuanya agar ia menjadi Meester in de Rechten, atau kuliah ekonomi di Rotterdam. Terbuka juga peluang Natsir untuk menjadi pegawai negeri dengan gaji tinggi. Namun, Natsir tidak mengambil peluang kuliah dan menjadi pegawai pemerintah tersebut.

Ajip Rosidi, setelah lulus AMS (setingkat SMA), menulis tentang Natsir yang telah hidup mandiri. Ia tidak mau bekerja di pemerintahan. Padahal bila bekerja di pemerintahan, ia bisa dapat gaji cukup besar saat itu (paling kecil F 130; harga beras saat itu tidak sampai F 0,05/lima sen satu kilogram). (Lihat, Ajip Rosidi, M. Natsir, Sebuah Biografi (Jakarta: Girimukti Pasaka, 1990).

Jika dihitung dengan harga beras saat ini, sekitar Rp 5000/kg, gaji Natsir dapat mencapai Rp 13 juta/bulan. Gaji sebesar itu tidak diambilnya. Justru, Natsir memilih terjun langsung ke dalam dunia perjuangan. Ia pun memilih mendalami Islam dengan cara berguru kepada salah satu guru terbaik di zaman itu, yaitu A Hassan dan tokoh-tokoh perjungan lainnya. Jadi, Natsir bukanlah seorang 'otodidak', yang belajar sendiri tanpa guru. Pendidikan Natsir dilaluinya dengan berguru langsung pada guru-guru terbaik di zamannya.

Itulah kiprah pendidikan Natsir, yang haus ilmu dan kemudian mereguknya dalam-dalam dengan niat ikhlas untuk ibadah dan berjuang di jalan Allah SWT, bukan untuk mencari keuntungan duniawi. ed: rido

Penulis adalah ketua Program Studi Pendidikan Islam, Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor.


Merintis Sekolah Terpadu

Saat bergerilya di hutan-hutan belantara Sumatera, mempertahankan keyakinannya, Muhammad Natsir masih menyempatkan menulis surat untuk putra-putrinya. Sebuah suratnya bercerita, mengapa Natsir tidak tergiur untuk melanjutkan kuliah.

''Aneh! Semua itu tidak menerbitkan selera Aba sama sekali. Aba merasa ada satu lapangan yang paling penting daripada itu semua. Aba ingin mencoba menempuh jalan lain. Aba ingin berkhitmad kepada Islam secara langsung. Belum terang benar Aba pada permulaannya, apa yang harus dikerjakan sesungguhnya. Tapi, tanpa berpikir panjang, Aba memutuskan untuk tidak akan melanjutkan pelajaran ke fakultas mana pun juga. Aba hendak memperdalam pengetahuan tentang Islam lebih dulu. Sudah itu, bagaimana nanti.''

Menurut Natsir, problema utama umat Islam ketika itu adalah kebodohan terhadap agamanya sendiri. Untuk itu, Natsir mulai merintis pendidikan yang ia beri nama Pendidikan Islam (Pendis). Konsep Pendis sama dengan apa yang saat ini disebut sebagai Sekolah Islam Terpadu. Di samping itu, Natsir juga melakukan terobosan dengan memberikan pelajaran-pelajaran agama kepada murid-murid HIS, MULO, dan Kweekschool (Sekolah Guru). Tempat pertama kali yang mau menerimanya adalah MULO dan Kweekschool Gunung Sahari di Lembang. Ia mulai mengajarkan agama di sana.

Natsir tidak mengajar agama kepada murid-murid MULO dalam bahasa Melayu atau bahasa Sunda, melainkan dalam bahasa Belanda. Ia pun menyusun buku teks pelajaran agama dalam bahasa Belanda. Salah satu kumpulan naskah pengajaran yang kemudian dibukukannya atas permintaan Sukarno saat dibuang ke Endeh adalah Komt tot Gebeid (Marilah Shalat). Tampaknya, Natsir mencoba membuat citra Islam tidak identik dengan keterbelakangan. Sebab, ketika itu, bahasa Belanda memang menjadi salah satu indikator 'kemajuan' dan 'kemodernan'.

Di sekolah pendidikan Islam inilah, para murid digembleng ilmu-ilmu agama dan sikap perjuangan. Alumninya kemudian mendirikan sekolah-sekolah sejenis di berbagai daerah. Pilihan Natsir terkadang dihadapkan pada situasi sulit. Dalam surat-suratnya kepada anak-anaknya, saat dalam kondisi gerilya di hutan Sumatera Barat, Natsir menceritakan secara rinci kiprahnya dalam mengelola Pendis ini.

Natsir bukan hanya mengonsep kurikulum, mengajar, mengelola guru-gurunya, tapi ia juga harus berjuang mencari dana untuk sekolahnya. Bahkan, untuk menghidupi sekolah ini, kadang ia harus menggadaikan perhiasan istrinya. Kadangkala pula, ia harus pergi ke sejumlah kota untuk menarik sumbangan. Para siswanya juga diajar hidup mandiri agar tak bergantung pada pemerintah.

Di samping bergelut dengan persoalan-persoalan nyata dalam dunia pendidikan dan keumatan, Natsir juga terus-menerus menggali dan mengembangkan keilmuannya. Ia memang seorang yang haus ilmu dan tidak pernah berhenti belajar. Kecintaan Natsir di bidang keilmuan dan pendidikan, dibuktikannya dengan upayanya untuk merintis pendirian sejumlah universitas Islam. Setidaknya, Natsir terlibat dalam pendirian sembilan universitas, seperti Universitas Islam Indonesia (Yogyakarta), Universitas Islam Bandung, Universitas Islam Sumatera Utara, Universitas Islam Riau, Universitas Ibn Khaldun (Bogor), dan sebagainya.

Natsir yakin benar, pendidikan adalah kunci kebangkitan suatu bangsa. Dan, kuncinya terletak di tangan para guru. Karena itulah, kata Natsir mengutip pendapat Dr G Nieuwenhuis, ''Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.''

Kebetulan, sosok Natsir sendiri dibesarkan dalam 'dua dunia' sekaligus. Melalui guru-guru mengajinya waktu kecil, ia mempelajari Islam dengan baik. Meskipun bukan keluaran pesantren, Natsir memahami 'kultur pesantren'. Ciri pesantren tradisional, yakni 'belajar mandiri', telah dijalaninya, termasuk ketika belajar dengan A Hassan. Di sisi lain, ia menyerap dengan baik anasir-anasir pendidikan modern, mulai HIS, MULO, dan AMS.

Integrasi 'dua dunia' itu pun, dapat disatukan dengan baik dalam dirinya sendiri. Natsir adalah teladan; bagaimana belajar, bagaimana menjadi guru, dan bagaimana menjadi pejuang sekaligus. Natsir bukan sosok intelektual yang sok netral dalam memandang kebenaran. Ia seorang profesional modern, tapi tetap kokoh berpijak pada tradisi keilmuan Islam itu sendiri. Intelektualitasnya tidak menghalanginya untuk bersikap tegas dalam memihak kebenaran dan menolak kebatilan.

Rabu, 27 Januari 2010

Lilis Sucahyo, Mesin Penangkap Asap

Lima belas tahun sudah CV Wulung Prima beroperasi membuat arang. Perusahaan tersebut adalah salah satu industri mikro pembuatan arang di Desa Cihideung Udik, Bogor, Jawa Barat. Selama itu pula, asap buangan pabrik arang ini mengusik lingkungan sekitar. Lilis Sucahyo melihat, limbah asap itu cukup mendatangkan masalah bagi warga di lingkungan pabrik arang tersebut. "Selain bau dan membuat sejumlah pekerja dan warga mengalami gangguan pernapasan, asapnya juga menerbangkan dan menempelkan residu pembakaran tempurung kelapa di tembok rumah penduduk," tutur Cahyo, demikian ia biasa disapa. Kepulan asap itu menarik perhatian Cahyo. Pabrik arang kebetulan bertebaran di sekitar kampusnya. "Saya terpikir untuk mencari manfaat dari polutan itu," katanya.

Cahyo kemudian teringat sebuah literatur tentang pengawetan bahan pangan dengan asap cair. Ia lantas mencoba memanfaatkan limbah asap pabrik arang tempurung kelapa untuk pembuatan asap cair. "Bersama rekan dan dosen pembimbing, kami membuat mesin yang dapat mengonversikan asap menjadi asap cair," ungkap mahasiswa tingkat akhir Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.

Kandungan asap

Asap cair dari pembakaran tempurung kelapa akhirnya berhasil 'ditangkap' Cahyo. Berdasarkan hasil penelitian IPB, asap cair tersebut tampak memiliki kandungan fenol, asam, dan karbonil yang aman serta memiliki beberapa macam kegunaan, seperti sebagai pengawet alami ikan, bakso, ataupun tahu. "Asap cair ini juga dapat menjadi penghilang bau, desinfektan buah-buahan, dan pestisida organik," papar pemuda kelahiran Jakarta, 11 Agustus 1987, ini.

Di Indonesia, pemanfaatan asap cair memang belum jamak. Namun, di luar negeri, produk yang dikenal dengan nama wood vinegar atau liquid smoke ini telah lama digunakan sebagai penambah cita rasa pada produk makanan. "Jepang malah intensif mengembangkan dan memproduksi asap cair sebagai produk ekspor yang menembus pasar Eropa dan Amerika," kata juara nasional lomba fisika tingkat SMA (2004) ini.

Sejauh ini, asap cair yang dihasilkan dengan teknologi temuan Cahyo dkk memang belum diproduksi massal. Namun, ada saja yang datang membelinya ke CV Wulung Prima untuk berbagai keperluan. "Bahkan, ada yang mengaku merasakan khasiat asap cairnya pada gigi yang sakit," ujarnya.

Cahyo menjaring asap dari proses pembuatan arang dengan bantuan mesin rakitan timnya. Ide ini sekaligus memberikan alternatif alami untuk menggantikan formalin sebagai bahan pengawet makanan. "Kasus makanan berformalin pula yang memotivasi saya untuk mencari solusi," kata lajang yang tengah berupaya menuntaskan kuliah dan menyempurnakan mesin pengumpul asap ini.

Jadi cairan

CV Wulung Prima menjajal tekonologi tepat guna yang dikembangkan Cahyo dkk. Sejak ada mesin pengumpul asap, cerobong tidak lagi menyemburkan asap sebanyak dulu. "Asapnya dialirkan ke dalam pipa-pipa besi dan berubah menjadi cairan," urainya.

Teknologi pengumpul asap, lanjut Cahyo, berpotensi untuk meningkatkan pendapatan industri. Sebab, di pasaran, asap cair dapat terjual seharga Rp 15 ribu per liter. "Selain itu, industri pembuatan arang juga dapat menerapkan konsep produksi bersih atau zero waste concept yang mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan serta pertumbuhan ekonomi," jelasnya.

Film dokumenter

Selain dalam bentuk laporan ilmiah, jurnal, serta presentasi di beberapa kesempatan, Cahyo juga membuat film dokumenter dengan judul Sang Pengumpul Asap. Ia sengaja membuatnya untuk dijadikan sebagai media sosialisasi teknologi. "Film dokumenter ini berhasil meraih the best idea serta menjadi finalis dalam Eagle Awards Documentary Competition 2009," kata Cahyo. Selain itu, Cahyo pun pernah mempresentasikan proyek penelitiannya di forum internasional penyelamatan lingkungan dan upaya mengurangi dampak pemanasan global Bayer Young Environmental Envoy (BYEE) 2009 di Leverkusen, Jerman. Ia meraih posisi empat besar duta muda Bayer untuk lingkungan hidup.

Sejak proyek penelitiannya diliput media massa, Cahyo sekarang bertambah sibuk. Silih berganti wirausahawan pembuat arang mencarinya. "Mereka minta diantar ke pabrik arang yang sudah mengaplikasikan mesin penangkap asap," katanya. Bukan hanya pengusaha sekitar Jawa Barat yang tertarik melihat langsung mesin buatan Cahyo dan rekan, mereka yang berdomisili di daerah penghasil kopra di Pulau Sumatra juga sering berkunjung. "Saya sudah seperti tour guide," seloroh ketua tim riset asap cair Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor (Himateta IPB) ini.

Aktivis

Semasa remaja, Cahyo memanfaatkan waktunya dengan mengikuti banyak kegiatan kemasyarakatan. Ia selalu mencoba aktif di organisasi tempatnya menempuh pendidikan. "Saya sempat menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa di kampus," katanya. Cahyo mengaku termasuk orang yang tidak bisa berpangku tangan. Ia ingin sekali bisa bermanfaat bagi orang banyak. "Dalam kapasitas saya sekarang, saya mungkin bisa melakukannya dengan memanfaatkan ilmu," katanya.

Pada usia muda terlibat di proyek riset, apakah tak takut dibilang remaja yang terlalu serius? Cahyo menggeleng. "Aktivitas saya justru membuat yang lain ikut tertarik dan mereka pun minta diikutsertakan dalam proyek penelitian," tutur alumnus SMA Negeri 90, Jakarta Selatan, ini.

Dengan ilmunya, Cahyo juga bisa jalan-jalan untuk bersenang-senang. Dari kegemarannya meneliti, ia pun berkesempatan untuk menjelajahi kota Leverkusen di Jerman. "Ini hadiah dari program BYEE," katanya.

Oleh Reiny Dwinanda
Republika, Minggu 24 Januari 2010

Kartika Senjarini - Mengisolasi Ludah Nyamuk

Pulang ke Indonesia tahun 2007, Kartika Senjarini yang secara cum laude meraih gelar doktor rerum naturalium tertegun memikirkan apa yang bisa ditelitinya di Tanah Air.

Alumnus University of Rostock, Institute of Biosciences, Aquatik Ecology, Jerman, ini benar-benar ingin bisa melakukan penelitian yang dapat memberi solusi bagi bangsa. "Saya kemudian menjelajahi internet dan memantau apa saja yang sudah ada risetnya di dalam negeri dan memerhatikan topik serupa di luar negeri," kenang Tika, begitu ia akrab disapa.

Penelusuran Tika memperlihatkan betapa besarnya masalah kesehatan yang bersumber dari nyamuk malaria dan dengue. Perempuan berkerudung kelahiran Situbondo, 13 September 1975, ini lantas menimbang mana yang paling mungkin ditelitinya. "Dengan keterbatasan fasilitas laboratorium di Universitas Negeri Jember, saya dapat meneliti malaria," katanya.

Tika memfokuskan perhatiannya pada penyakit yang masih mengusik banyak penduduk Indonesia itu. Dengan latar belakang keahliannya, ia mencoba membuat vaksin malaria. "Saya terpikir untuk mengembangkan vaksin, tetapi tidak dengan objek parasit," jelas dosen Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Jember, Jawa Timur, ini. Tika memilih bekerja dengan memanfaatkan bagian tubuh nyamuk anopheles pembawa bakteri plasmodium malariae. Ia berkutat di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, Salatiga, untuk mengisolasi ludah nyamuk. Sulit sekali mengambil saliva dari lidah kecil nyamuk," komentarnya.

Bukan pertama

Sebetulnya, Tika bukan orang pertama yang menjajaki pendekatan tersebut. Peneliti mancanegara sejak tahun 2005 sudah ada yang melirik saliva nyamuk sebagai bahan pembuatan vaksin malaria. "Ironisnya, di kawasan-kawasan rawan malaria, justru negara asing yang mengambil peran sebagai peneliti," sesal Tika.

Di Afrika, misalnya, ilmuwan Prancis yang melakukan riset dengan sampel penyakit malaria setempat. Lalu, di Amerika Selatan, peneliti Amerika Serikat yang aktif mengamati kasus malaria. "Di Indonesia, penelitian vaksin malaria harus dimulai," cetus ibu dari putri kembar berusia enam tahun. Asiyah Tatsbita Dina dan Aisyah Alima Dina, ini. Di Indonesia, hidup 24 vektor malaria. Nyamuk yang keluyuran di malam hari itu sebelumnya baru diteliti dengan pendekatan epidemiologi. "Penelitian dengan tema lain belum menggunakan teknologi tinggi," kata istri Wheny Khristianto yang sempat menjadi anggota aktif Forum Lingkar Pena (FLP) cabang Eropa ini.Tika mantap menggarap pembuatan vaksin dengan menggunakan apa yang ada di tubuh nyamuk setelah membaca sebuah jurnal penelitian di Afrika yang dilansir tahun 2007. Riset tersebut memperlihatkan orang yang pernah terkena gigitan nyamuk anopheles yang tak membawa parasit pemicu malaria lebih tahan terhadap serangan plasmodium. "Temuan itu membuat saya penasaran, faktor apa yang ada di ludah nyamuk yang dapat meningkatkan reaksi imunitas," katanya.

Lantas, Tika membuat proposal penelitian. Rencana proyek penelitian itu rupanya tak langsung mendapat dukungan penuh. Beberapa sesepuh peneliti malaria bereaksi negatif. "Idenya dianggap bagus, tapi mereka menyangsikan keberhasilan penelitiannya," ungkap Tika yang menempuh pendidikan Sl di Universitas Brawijaya, Surabaya, ini.

Para peneliti senior itu berpendapat, pembuatan vaksin malaria jauh dari kata gampang. Sebab, siklus parasit sangat kompleks. "Biarpun sulit, tetapi harus dimulai," kata Tika yang mendapatkan bantuan alat untuk mendirikan laboratorium mikrobiologi di tempatnya mengajar dari Jerman.

Peran saliva

Saliva nyamuk diketahui berperan dalam proses menggigit dan menjadi media masuknya plasmodium ke tubuh inang, manusia. Kalaupun ternyata ludah nyamuk justru memperlancar transmisi plasmodium, penelitian Tika tetap ada gunanya. "Itu artinya kami dapat mencari zat antinya, yakni vaksin pemblokir transmisi plasmodium alias transmission blocking vaccine (TBV)," urai Tika yang meraih gelar master dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Nada optimis terus digaungkan Tika menyusul keberhasilan peneliti asing membuat vaksin berbasis vektor serangga. Perempuan berusia 34 tahun ini menduga, bisa jadi itu juga dapat dihasilkan dari bagian tubuh nyamuk malaria. "Saya senang sekali ketika akhirnya ada pihak lain yang menghargai ide penelitian ini," akunya.

Tika bersyukur karena ia tidak patah arang di dua tahun pertama persiapan dan pengajuan proposal penelitiannya. Setahun setelah laboratoriumnya rampung, tahun 2008 tim dari Depkes memberi apresiasi positif. Pada tahun yang sama, Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas juga menyokong pendanaan riset vaksin malaria berbasis ludah nyamuk anopheles.

"Baru-baru ini, LOreal-UNESCO for Woman in Science 2009 menerima proposal penelitian saya bertajuk Karakterisasi Molekular Faktor Imunomodulator Kelenjar Saliva Vektor Malaria Anopheles Aconitus sebagai Target Potensial dalam Pembuatan TBV Melawan Malaria," katanya gembira. Jika berhasil diketemukan, lanjut Tika, TBV akan melindungi inang (manusia) terhadap patogen yang dibawa vektor. Tidak cuma itu, penemuan ini juga akan mampu memotong transmisi malaria. "Vaksinasi akan menjadi strategi yang efektif untuk mengatasi epidemi madasnya.

Oleh Reiny Dwinanda
Sumber: Republika, Minggu 13 Desember 2009