Science is fact..more and more science is spread, the faster it develops and hopefully can be used to create a better life. In this blog I write science interesting to me. Finally, I wish you good reading and enjoying this blog :).
RSS

Rabu, 27 Januari 2010

Lilis Sucahyo, Mesin Penangkap Asap

Lima belas tahun sudah CV Wulung Prima beroperasi membuat arang. Perusahaan tersebut adalah salah satu industri mikro pembuatan arang di Desa Cihideung Udik, Bogor, Jawa Barat. Selama itu pula, asap buangan pabrik arang ini mengusik lingkungan sekitar. Lilis Sucahyo melihat, limbah asap itu cukup mendatangkan masalah bagi warga di lingkungan pabrik arang tersebut. "Selain bau dan membuat sejumlah pekerja dan warga mengalami gangguan pernapasan, asapnya juga menerbangkan dan menempelkan residu pembakaran tempurung kelapa di tembok rumah penduduk," tutur Cahyo, demikian ia biasa disapa. Kepulan asap itu menarik perhatian Cahyo. Pabrik arang kebetulan bertebaran di sekitar kampusnya. "Saya terpikir untuk mencari manfaat dari polutan itu," katanya.

Cahyo kemudian teringat sebuah literatur tentang pengawetan bahan pangan dengan asap cair. Ia lantas mencoba memanfaatkan limbah asap pabrik arang tempurung kelapa untuk pembuatan asap cair. "Bersama rekan dan dosen pembimbing, kami membuat mesin yang dapat mengonversikan asap menjadi asap cair," ungkap mahasiswa tingkat akhir Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.

Kandungan asap

Asap cair dari pembakaran tempurung kelapa akhirnya berhasil 'ditangkap' Cahyo. Berdasarkan hasil penelitian IPB, asap cair tersebut tampak memiliki kandungan fenol, asam, dan karbonil yang aman serta memiliki beberapa macam kegunaan, seperti sebagai pengawet alami ikan, bakso, ataupun tahu. "Asap cair ini juga dapat menjadi penghilang bau, desinfektan buah-buahan, dan pestisida organik," papar pemuda kelahiran Jakarta, 11 Agustus 1987, ini.

Di Indonesia, pemanfaatan asap cair memang belum jamak. Namun, di luar negeri, produk yang dikenal dengan nama wood vinegar atau liquid smoke ini telah lama digunakan sebagai penambah cita rasa pada produk makanan. "Jepang malah intensif mengembangkan dan memproduksi asap cair sebagai produk ekspor yang menembus pasar Eropa dan Amerika," kata juara nasional lomba fisika tingkat SMA (2004) ini.

Sejauh ini, asap cair yang dihasilkan dengan teknologi temuan Cahyo dkk memang belum diproduksi massal. Namun, ada saja yang datang membelinya ke CV Wulung Prima untuk berbagai keperluan. "Bahkan, ada yang mengaku merasakan khasiat asap cairnya pada gigi yang sakit," ujarnya.

Cahyo menjaring asap dari proses pembuatan arang dengan bantuan mesin rakitan timnya. Ide ini sekaligus memberikan alternatif alami untuk menggantikan formalin sebagai bahan pengawet makanan. "Kasus makanan berformalin pula yang memotivasi saya untuk mencari solusi," kata lajang yang tengah berupaya menuntaskan kuliah dan menyempurnakan mesin pengumpul asap ini.

Jadi cairan

CV Wulung Prima menjajal tekonologi tepat guna yang dikembangkan Cahyo dkk. Sejak ada mesin pengumpul asap, cerobong tidak lagi menyemburkan asap sebanyak dulu. "Asapnya dialirkan ke dalam pipa-pipa besi dan berubah menjadi cairan," urainya.

Teknologi pengumpul asap, lanjut Cahyo, berpotensi untuk meningkatkan pendapatan industri. Sebab, di pasaran, asap cair dapat terjual seharga Rp 15 ribu per liter. "Selain itu, industri pembuatan arang juga dapat menerapkan konsep produksi bersih atau zero waste concept yang mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan serta pertumbuhan ekonomi," jelasnya.

Film dokumenter

Selain dalam bentuk laporan ilmiah, jurnal, serta presentasi di beberapa kesempatan, Cahyo juga membuat film dokumenter dengan judul Sang Pengumpul Asap. Ia sengaja membuatnya untuk dijadikan sebagai media sosialisasi teknologi. "Film dokumenter ini berhasil meraih the best idea serta menjadi finalis dalam Eagle Awards Documentary Competition 2009," kata Cahyo. Selain itu, Cahyo pun pernah mempresentasikan proyek penelitiannya di forum internasional penyelamatan lingkungan dan upaya mengurangi dampak pemanasan global Bayer Young Environmental Envoy (BYEE) 2009 di Leverkusen, Jerman. Ia meraih posisi empat besar duta muda Bayer untuk lingkungan hidup.

Sejak proyek penelitiannya diliput media massa, Cahyo sekarang bertambah sibuk. Silih berganti wirausahawan pembuat arang mencarinya. "Mereka minta diantar ke pabrik arang yang sudah mengaplikasikan mesin penangkap asap," katanya. Bukan hanya pengusaha sekitar Jawa Barat yang tertarik melihat langsung mesin buatan Cahyo dan rekan, mereka yang berdomisili di daerah penghasil kopra di Pulau Sumatra juga sering berkunjung. "Saya sudah seperti tour guide," seloroh ketua tim riset asap cair Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor (Himateta IPB) ini.

Aktivis

Semasa remaja, Cahyo memanfaatkan waktunya dengan mengikuti banyak kegiatan kemasyarakatan. Ia selalu mencoba aktif di organisasi tempatnya menempuh pendidikan. "Saya sempat menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa di kampus," katanya. Cahyo mengaku termasuk orang yang tidak bisa berpangku tangan. Ia ingin sekali bisa bermanfaat bagi orang banyak. "Dalam kapasitas saya sekarang, saya mungkin bisa melakukannya dengan memanfaatkan ilmu," katanya.

Pada usia muda terlibat di proyek riset, apakah tak takut dibilang remaja yang terlalu serius? Cahyo menggeleng. "Aktivitas saya justru membuat yang lain ikut tertarik dan mereka pun minta diikutsertakan dalam proyek penelitian," tutur alumnus SMA Negeri 90, Jakarta Selatan, ini.

Dengan ilmunya, Cahyo juga bisa jalan-jalan untuk bersenang-senang. Dari kegemarannya meneliti, ia pun berkesempatan untuk menjelajahi kota Leverkusen di Jerman. "Ini hadiah dari program BYEE," katanya.

Oleh Reiny Dwinanda
Republika, Minggu 24 Januari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar